Kamis, 04 Desember 2014

Ancang-Ancang

Tersenyum ku kepada mentari yang kian memerah
Cahayanya semakin pudar dipeluk awan yang tebal
Ditiup angin yang tak hangat tak juga sejuk
Ia gugur bersama beban yang mengganjal roda pemikiran
Diiringi teriakan di jalur energi

Sorotannya menyorotkan sorotan asa yang kian kukuh
Meski belum menentukan titik fokus
tapi otot-otot ini kian berkontraksi menarik busur panah
Agar kuat sang anak menancap
Setidaknya aku yakin arah mana yang kutuju
Ya, itu!

Aku akan merangkak, kemudian berjalan dan berlari hingga akhirnya,
aku akan mengendarai keyakinan dan kejujuran asa
Agar semakin cepat dan semakin dekat dengan apa yang ku ingin genggam
Ya, cukup ku genggam di telapak tangan ini
Agar bisa ku bentuk semauku, bebas
Tanpa bergantung pada kata beruntung
Kan ku ciptakan keberuntungan untukku sendiri
tentu dengan sentuhan yang paling kuat

Rasa Sebatang Insan

Irma berlari menuju satu arah
tapi harus menapak dua jalan, bagaimana bisa?
Irma hanya satu
tapi harus terbagi dua karena cinta yang tak sama

Bukan, bukan cinta yang tak sama
Tapi dunia ini yang terlalu egois
Membatasi rasa yang satu dengan kepentingan sementara

Apakah cinta layak tuk dipolitikan?
Ini bukan cinta pada sebatang insan
Ini tentang apa yang semestinya semua manusia rasa
Cinta pada Sang Pencipta

Tak ada bedanya antara benar dan tak salah
Keduanya mampu memutarkan bumi di orbitnya
Hanya saja sang makhluk mulia belum bijaksana
Menganggap benar hanya pada kawanannya
Menolak benar lain yang tak ada salahnya

Ini kisah cinta seorang Irma
Yang dramatis, dilematis, dan penuh tanya
mencari jalan tuk satukan cinta
Melepaskan atribut yang berbeda
Membangun masa dalam satu lingkar tawa

Tarian Jemari Menjemput Masa Depan

Hal apakah yang pertama kali terlintas dalam pikiran anda ketika anda mengingat masa TK dulu? Ya, mungkin yang pertama kali anda ingat memang bermain karena memang itulah hobi kita, namun disisi lain pasti kita akan mengingat suara kasih sayang yang mengarahkan kita untuk membuat sebuah garis yang perlahan-lahan terus tumbuh menjadi suatu rangkaian kata-kata. Jika dipikir-pikir, sudah sekitar 8 sampai 12 tahun kita berjalan menjauhi masa-masa itu. Namun, apakah kemampuan menulis yang kita pelajari dulu masih kita miliki?
Ya, tentu saja, kemampuan menulis yang kita pelajari dulu masih kita miliki. Bagaimana tidak, sebagai seorang pelajar bukankah menulis telah menjadi makanan sehari-hari? Wah, berarti bagus dong kalo begitu, gak sia-sia kalo dulu kita TK. Tapi, memangnya kita mau jika kita disamakan dengan anak TK yang jelas-jelas usianya berada hampir dua windu dibawah kita. Jika dalam hal menulis alfabet saja itu hal biasa, di usia remaja bukan lagi waktunya untuk melakukan hal sederhana seperti itu. Seharusnya kita melakukan hal yang membuat kita berbeda dengan anak TK. Apakah itu?
Coba anda bandingkan seekor anak ayam dengan induknya, seekor anak ayam hanya bisa berjalan secara perlahan tidak seperti induknya yang bisa berlari kesana-kemari untuk mencari makanan. Nah, inilah yang perlu kita lakukan. Kita harus mampu untuk berlari lebih kencang dari kemampuan kita sebelumnya. Jika sebelumnya kita bisa berjalan, maka berlarilah. Jika sebelunya kita bisa berbicara, maka menyanyilah. Jika sebelumnya kita bisa menulis, maka berkaryalah dengannya. Apa maksudnya? Ya, jadi seharusnya di masa ini kita bisa untuk berkarya dengan tulisan kita sendiri. Mungkin sebagian besar orang mengatakan bahwa ‘menulis’ itu bukan hal yang mudah. Ya, memang seperti itu kelihatannya, namun orang-orang tersebut berkata seperti itu karena sejatinya mereka belum benar-benar menyelami lautan imajinasinya. Sebagian orang merasa kesulitan menulis, padahal pada saat itu mereka baru saja menyentuh papan keyboard, tapi tiba-tiba saja mereka berhenti. Sebuah komputerpun –yang sudah pintar- memerlukan proses untuk menyala, apa lagi kita.
Menulis bukan masalah skill, tapi ini semua merupakan ekspresi hati. Tuliskan saja apa yang ada dipikiran anda, tak perlu anda perdulikan diksi dan majas yang digunakan. Karena, semua itu akan datang dengan sendirinya tanpa disadari. Setidaknya, semua ini kan melatih jari-jemari anda untuk menari, sehingga akan anda dapatkan suatu kepuasan tersendiri saat itu juga. Selain itu ‘menulis’ merupakan salah satu jalan lebar menuju masa depan yang lumayan dipenuhi peminatnya. Banyak orang-orang ternama didunia yang membangun namanya dengan ‘menulis’. Jalan ini benar-benar
terbuka lebar bagi peminatnya, jadi mulailah dari sekarang! Biarkan dia terus menari, meloncat dati satu tuts ke tuts lainnya. Sehingga akhirnya ia akan membawamu melompat meraih masa depan.

Sweet Generation

 “Generasi muda penerus masa depan!”. Ya, tentunya kalimat ini sudah tak asing lagi di telinga kita. Hampir di setiap kali pidato Peringatan Kemerdekaan atau Kebangkitan Nasional, Pak Presiden selalu saja meneriakan kalimat tersebut dengan lantang dan semangat. “Generasi muda penerus masa depan!”. Ada sinyal-sinyal yang merambat ketika kalimat ini diteriakan. Sebagai jiwa muda, tentunya akan ada suatu respons secara spontan yang mempertanyakan kebenaran kalimat ini. Apakah kalimat tersebut merupakan realita yang ada? Ataukah baru sekedar harapan? Jika realita, apakah kita telah melihatnya, generasi muda yang berprestasi? Dan jika harapan, apakah kita telah melihatnya, generasi muda yang berusaha meraih prestasi? Jika anda merupakan golongan muda, tak perlu anda tanyakan itu kepada ‘rumput yang bergoyang’ atau ‘awan yang berarak’, namun tanyakan pada diri anda sendiri. Karena jiwa muda itulah yang akan menjawab dengan sendirinya.
                Namun jika kita melihat dari salah satu sisi, kalimat diatas merupakan realita yang telah banyak orang saksikan kenyataannya. Tidak hanya satu atau dua generasi muda yang mampu mengukir prestasinya diatas papan masa depan. Tak perlu kita menerawang jauh ke luar nusantara ini, hanya berjarak beberapa langkah dari tempat kita berdiri telah banyak teman-teman kita yang bisa berdiri diatas panggung keberhasilan. Dan hebatnya, mereka menjalani proses menuju keberhasilan itu dengan senang. Mengapa? Tentu saja, karena bidang yang mereka jalani sesuai dengan bakat dan hobi mereka. Mereka mampu menempatkan bakat yang mereka miliki di tempat dan waktu yang tepat. Katakan saja dia Melody Grace Natalie, 17 tahun. Pelajar kelas XI Stella Duce I Yogyakarta sukses meraih medali emas kategori Life Science pada ajang yang sama melalui karya ilmiah bertajuk “Potential of Squid Eye Lenses as UV Absorber “, yakni memberdayakan mata cumi-cumi sebagai pelindung kulit dari bahaya sinar ultraviolet. “Ide ilmiah ini tercetus karena hobi saya yang suka main di pantai. Saya melihat nelayan kerap terjemur matahari tanpa ada perlindungan untuk kulit mereka,” tutur Melody. Ini hanya satu dari sekian banyak generasi muda yang berprestasi. Namun penulis rasa, ini saja sudah lebih dari cukup memberi kita motivasi untuk berprestasi.
                Semua ini bukanlah masalah kewajiban kita untuk menekuni bidang yang ditekuni orang lain. Bakat bukanlah suatu keharusan kita untuk pintar Matematika, bukan keharusan kita untuk jago sepak bola, buka keharusan kita untuk jitu menembak. Namun bakat adalah suatu tuntutan yang menuntut kita untuk mampu menempatkan apa yang kita miliki di sarang yang tepat. Semua ini adalah hal yang mendorong kita untuk konsisten dan gigih dalam menekuni keahlian yang kita miliki. Dengan seperti ini, tiada lagi suatu alasan yang akan menjadi penekan kita dalam meraih prestasi.
                Dari tiap-tiap jiwa generasi muda –yang merupakan penerus bangsa- telah tertanam bibit-bibit masa depan yang bermacam-macam jenisnya namun tetap memiliki kualitas yang sama. Masalah buah yang dihasilkannya nanti, tentu saja itu tergantung bagaimana kita merawat dan menumbuhkannya. Jika kita memberinya pupuk semangat dan ikhlas tentu saja akan terlahir buah masa depan yang manis nan menyegarkan. Sebaliknya, jika kita memberinya pupuk pesimisme dan keterpaksaan pastilah akan terlahir buah yang kesat dan pahit, yang tentunya akan berdampak buruk bagi ‘kesehatan’ masa depan bangsa ini.
                Tidak ada lagi alasan bagi kita untuk mengeluh dengan bakat yang kita miliki. Yang perlu kita lakukan adalah mengenalinya dan berjuang bersamanya. Panji masa depan ada di tangan kita semua –generasi muda- yang tentunya adalah suatu kewajiban bagi kita untuk menjaganya agar tak jatuh ke tangan para penjajah modern yang menjajah dengan kemajuan teknologi.
“Jangan jadi generasi muda kalo gak berani berprestasi!”
Referensi:
www.koran-sindo.com